Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi, terutama di bidang TI (Teknologi Informasi), dipadu dengan budaya konsumtif masyarakat Indonesia, termasuk dalam pemakaian barang-barang elektronik, entah itu gawai (gadget), ponsel, televisi model terbaru, komputer, laptop, dan sebagainya, pasti ribuan jenis barang elektronik diproduksi dan diimpor setiap hari ke negeri ini.
Tapi pernahkah terbayangkan, bagaimana nasib barang elektronik bekas yang sudah tak dipakai? Sudah benarkah pengelolaan sampah elektronik atau electronic waste atau e-waste di Indonesia? Sebab jika salah pengelolaan, e-waste yang banyak mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3) akan memberi dampak negatif bagi manusia. Hal inilah yang ingin saya angkat pada Pojok IT edisi kali ini, yaitu betapa bahayanya dampak yang bisa ditimbulkan dari sampah elektronik di sekitar kita. Kebetulan topik ini juga sejalan dengan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) yang sedang digalakkan oleh Sadikun Group untuk diterapkan di seluruh kantornya.
Apa itu sampah elektronik?
E-waste sering didefinisikan sebagai sebuah barang elektronik yang sudah tidak digunakan lagi, dikarenakan sudah tidak berfungsi atau mungkin masih berfungsi namun teknologinya sudah ketinggalan zaman (obsolete), sehingga penggunanya sudah beralih ke teknologi yang lebih baru atau bahkan terbaru. Barang yang sudah tidak terpakai ini diharapkan bisa dimanfaatkan kembali (reuse) dan juga didaur ulang (recycle), dikarenakan e-waste memiliki bahan kandungan yang berbahaya. Apa saja kandungan berbahaya itu?
- Zat yang mudah terbakar, seperti Arsenik pada tabung katoda monitor PC atau Selenium pada motherboard
-
Zat yang bisa mencemari tanah, seperti Timbal serta serbuk katoda yang bisa membuat tanah kering apabila tercampur dengan tanah dan juga bisa mencemari udara apabila tidak dibakar dengan baik
-
Logam berbahaya yang bisa mencemari air dan udara, seperti karat dan Merkuri atau Cadmium yang biasa digunakan pada baterai laptop maupun jam, kalkulator serta barang elektronik lainnya.
Lengkapnya dapat disimak pada gambar berikut. Apa saja kandungan berbahaya yang terkandung dalam hanya satu komputer desktop bekas. Bisa dibayangkan apabila jumlahnya sudah masif.
Bagaimana cara yang benar untuk mengelolanya?
Apabila anda berpikir bahwa mengelola e-waste cukup dengan cara dimusnahkan (seperti dibakar atau dihancurkan), maka anda sangat salah. Sampah ini harus dikelola dengan benar. Dan salah satu cara yang benar adalah menghubungi pihak yang berwenang dan lebih memahami permasalahan ini. Kebetulan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta telah menyadari masalah e-waste ini sehingga mulai awal Juni 2017 membuka Pooling dan juga Drop Off Point untuk e-waste ini yang kesemuanya dipusatkan di kantor Dinas Kebersihan DKI beralamat :
Jl. Mandala V No. 67 Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur, 13640
Di samping itu DKI juga membuka pengumpulan e-waste pada setiap penyelenggaraan Car Free Day (CFD) di Bundaran HI.
Maka dari sekarang mulailah mengelola e-waste. Satu floppy disk bekas saja (dimana teknologinya sudah obsolete) dapat mengandung tidak kurang dari 3 bahan berbahaya. Kesadaran sudah harus mulai dibangun dan cara terbaik dimulai dari lingkungan kita sendiri.
Semoga Bermanfaat dan Selamat Mencoba
Poetra Mahendra